journalofserviceclimatology.org – Pasukan pertahanan Israel telah mengumumkan bahwa mereka telah mengambil langkah untuk merendam terowongan serangan yang digunakan oleh Hamas dengan air. Tindakan ini terjadi dalam konteks pertempuran yang terus berlanjut di Gaza dan saat upaya-upaya mencapai kesepakatan gencatan senjata yang berkelanjutan sedang berlangsung.
Menurut pernyataan resmi yang diberikan kepada AFP pada Rabu, 31 Januari 2024, militer Israel mengungkapkan bahwa mereka telah menerapkan strategi membanjiri dengan air ke dalam jaringan terowongan bawah tanah yang ekstensif, yang mereka sebut sebagai “metro Gaza”.
Strategi ini dijelaskan oleh militer sebagai salah satu dari berbagai metode yang mereka gunakan untuk menanggulangi ancaman yang ditimbulkan oleh jaringan terowongan ini, yang merupakan bagian dari infrastruktur militer Hamas.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh akademi militer Amerika Serikat, West Point, di awal konflik Israel-Hamas pada Oktober tahun sebelumnya, diperkirakan ada sekitar 1.300 terowongan dengan total panjang mencapai 500 kilometer di bawah Gaza. IDF (Israel Defense Forces) telah berkomitmen untuk menghancurkan jaringan terowongan ini sebagai respons terhadap serangan oleh Hamas.
Pihak militer Israel menyatakan bahwa sejumlah sandera yang diculik oleh Hamas diyakini ditahan dalam labirin terowongan yang ekstensif ini. Pada bulan Desember, laporan dari media Israel menunjukkan bahwa ada kecenderungan untuk membanjiri terowongan-terowongan tersebut dengan air laut yang dipompa dari Laut Mediterania.
Akan tetapi, para pakar telah memberikan peringatan mengenai risiko yang ditimbulkan oleh strategi ini, menekankan bahaya potensial bagi penduduk sipil di Gaza yang sudah terkepung. Lynn Hastings, koordinator kemanusiaan PBB untuk wilayah Palestina, pada bulan Desember menyoroti bahwa tindakan ini dapat berdampak buruk pada infrastruktur air dan limbah di Gaza yang sudah dalam kondisi rapuh, serta berpotensi menyebabkan keruntuhan bangunan dan jalan akibat peningkatan tekanan serta infiltrasi air laut.
Meskipun demikian, IDF menegaskan bahwa mereka telah mengambil langkah-langkah pencegahan untuk menghindari kerusakan pada air tanah di area tersebut. Menurut pernyataan mereka, pemompaan air dilakukan secara selektif, hanya pada bagian-bagian tertentu dari terowongan dan di lokasi yang dianggap tepat, dengan mempertimbangkan cara operasi yang paling aman untuk masing-masing situasi.
IDF menjelaskan bahwa ini adalah bagian dari serangkaian kapasitas yang telah dikembangkan oleh mereka dan lembaga keamanan Israel dalam beberapa tahun terakhir untuk bertindak melawan infrastruktur bawah tanah Hamas di Jalur Gaza.
Jaringan terowongan ini semula dikembangkan sebagai cara untuk mengatasi blokade yang diterapkan oleh Israel atas Gaza setelah Hamas mengambil alih kekuasaan di tahun 2007, yang memfasilitasi penyelundupan orang, barang, dan senjata masuk dan keluar dari Mesir.
Gencatan Senjata
Sebuah pertemuan yang diadakan di Paris pada tanggal 29 Januari, melibatkan pejabat tingkat tinggi dari Amerika Serikat, Israel, Mesir, dan Qatar, berhasil merumuskan kerangka kerja untuk gencatan senjata baru. Keesokan harinya, Hamas melalui saluran komunikasi mereka di Telegram menyampaikan bahwa mereka telah menerima proposal tersebut dan sedang meninjau untuk memberikan respons.
Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, yang pemerintahannya berperan sebagai mediator dalam gencatan senjata sebelumnya pada bulan November, menyampaikan optimisme bahwa langkah awal ini bisa berujung pada gencatan senjata yang berkelanjutan. Menurut Sheikh Mohammed, strategi yang dipertimbangkan meliputi penerapan gencatan senjata secara bertahap, dengan prioritas pembebasan sandera wanita dan anak-anak terlebih dulu, serta peningkatan bantuan ke wilayah Gaza.
Pihak Amerika Serikat, diwakili oleh Menteri Luar Negeri Antony Blinken, juga menunjukkan sikap positif terhadap pencapaian kesepakatan, dengan menekankan bahwa proses yang dijalani telah menghasilkan kemajuan yang signifikan dan produktif.
Namun, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan kembali posisinya pada tanggal 30 Januari, dengan menolak gagasan pembebasan “ribuan” tahanan Palestina sebagai bagian dari kesepakatan untuk menghentikan pertempuran di Gaza. “Saya ingin membuatnya jelas… Kami tidak akan menarik IDF dari Jalur Gaza, dan kami tidak akan melepaskan ribuan teroris. Semua ini tidak akan terjadi,” ungkapnya dengan tegas.