journalofserviceclimatology.org – Situasi di Jalur Gaza saat ini berada pada titik kritis dengan harapan yang meningkat akan terbentuknya gencatan senjata menjelang bulan Ramadan. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, belum memberikan dukungan terhadap gencatan senjata ini, yang mengakibatkan diskusi dan negosiasi yang intens.
Ada sebuah proposal gencatan senjata yang berasal dari Paris dan tengah ditelaah secara mendalam oleh pihak-pihak terkait. Proposal ini telah dilaporkan oleh lembaga berita internasional seperti Deutsche Welle (DW), Reuters, dan Al Arabiya.
Beberapa negara, termasuk Mesir, Qatar, Amerika Serikat, Prancis, dan lainnya, berperan sebagai mediator dalam diskusi gencatan senjata ini.
Syarat-syarat yang diusulkan dalam gencatan senjata ini mencakup penghentian permusuhan selama periode 40 hari, atau sekitar enam minggu. Juga ada kemungkinan pertukaran tahanan di mana Hamas akan membebaskan 40 sandera Israel, termasuk wanita, anak-anak di bawah 19 tahun, lansia di atas 50 tahun, dan orang-orang sakit, sementara Israel akan membebaskan sekitar 400 tahanan Palestina dan setuju untuk tidak menangkap mereka kembali.
Selain itu, proposal tersebut menggarisbawahi bahwa rumah sakit dan toko roti di Gaza akan diperbaiki, 500 truk bantuan akan dikirim setiap harinya, serta ribuan tenda dan karavan akan disediakan untuk para pengungsi.
Hamas telah menunjukkan melalui sumber senior yang tidak disebutkan namanya bahwa mereka telah menerima dan sedang meninjau proposal yang dibuat oleh Paris.
Ramadan diharapkan akan dimulai pada malam hari Minggu, 10 Maret dan berlanjut hingga sekitar 9 April. Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, telah menyetujui gencatan senjata tetapi mencatat bahwa negosiasi belum sepenuhnya selesai.
Biden telah menyampaikan optimisme bahwa permusuhan akan berhenti tepat waktu untuk Ramadan, dengan mengutip pemahaman dari pihak Israel bahwa mereka juga akan menghentikan aktivitas selama bulan suci untuk memfasilitasi pembebasan semua sandera.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menjelaskan bahwa setiap kesepakatan gencatan senjata akan menunda dan bukan mencegah invasi darat yang mungkin terjadi ke Rafah di bagian selatan Jalur Gaza, yang menurutnya diperlukan untuk “kemenangan total” atas Hamas.
Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani, yang negaranya sebelumnya telah menjadi tuan rumah bagi para pemimpin Hamas dan membantu dalam mediasi gencatan senjata, dijadwalkan tiba di Paris untuk negosiasi. Pertemuannya dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron diharapkan dapat melanjutkan pembicaraan ini.
Emir telah bertemu dengan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Doha untuk membahas upaya yang bertujuan mencapai kesepakatan gencatan senjata yang segera dan permanen, seperti yang dilaporkan oleh Qatar News Agency.
Ringkasan ini dibuat untuk menghindari setiap potensi masalah dengan plagiarisme dengan menyatakan informasi yang disediakan dalam istilah asli dan tanpa menyalin bahasa apa pun dari sumber-sumber yang disebutkan.